KUTIPAN: SYARAT SATRIA JAWA

"Kau keturunan darah para satria Jawa... pendiri dan pemunah kerajaan-kerajaan ... Kau sendiri berdarah satria. Kau satria.... Apa syarat-syarat satria Jawa?"

"Saya tidak tahu, Bunda."

"Husy, Kau yang terlalu percaya pada segala yang serba Belanda. Lima syarat yang ada pada satria Jawa: wisma, wanita, turangga, kukila dan curiga. Bisa mengingat?"

...

"Dan kau tahu lambang-lambang apa itu?"

"Tidak, Bunda."

"Anak tak tahu diasal, kau. Dengarkan, dan sampaikan kelak pada anak-anakmu..."

"Sahaya, Bunda."

"Pertama wisma, Gus, rumah. Tanpa rumah orang tak mungkin satria. Orang hanya gelandangan. Rumah, Gus, tempat seorang satria bertolak, tempat dia kembali. Rumah bukan sekedar alamat, Gus, dia tempat kepercayaan sesama pada yang meninggali...."

...

"Kedua wanita, Gus, tanpa wanita satria menyalahi kodrat sebagai lelaki. Wanita adalah lambang kehidupan dan penghidupan, kesuburan, kemakmuran, kesejahteraan. Dia bukan sekedar istri untuk suami. Wanita sumbu pada semua, penghidupan dan kehidupan berputar dan berasal. Seperti itu juga kau harus pandang ibumu yang sudah tua ini, dan berdasarkan itu pula anak-anakmu yang perempuan nanti kau harus persiapkan."

...

"Ketiga turangga, Gus, kuda itu, dia alat yang dapat membawa kau ke mana-mana: ilmu pengetahuan, kemampuan, ketrampila kebiasaan, keahlian, dan akhirnya-kemajuan. Tanpa turangga takkan jauh langkahmu, pendek penglihatanmu."

...

"Keempat kukila, burung itu, lambang keindahan, kelangenan, segala yang tak punya hubungan dengan penghidupan, hanya dengan kepuasan batin pribadi. Tanpa itu orang hanya sebongkah batu tanpa semangat. Dan kelima curiga, keris itu, Gus, lambang kewaspadaan, kesiagaan, keperwiraan, alat untuk mempertahankan yang empat sebelumnya. Tanpa keris yang empat akan bubar binasa bila mendapat gangguan... Nah, kau anak lulusan H.B.S., kan yang begitu tak pernah diajarkan gurumu? Orang-orang Belanda itu? Nah sekarang kau sudah tahu semua itu sebagai satria. Kalau belum ada salah satu dari yang lima itu adakanlah. Jangan pungkiri yang lima itu. Kau harus dengarkan leluhurmu. Kalau yang lain-lain tak dapat kau patuhi, yang lima itu sajalah genapi dengan baik. Kau dengar, Gus?"

Pramodya Ananta Toer, Bumi Manusia, hal 463-464

Komentar

Postingan Populer